Tuesday 22 May 2012

KISAH NYATA GAY 2


Prolog : 
Tulisan ini memenuhi permintaan kawan-kawan via email. Mhn maaf saya sok sibuk.... hehee... Dengan waktu terbatas, sengaja saya copas kali ini dari salah satu blog sebelah yang saya temukan tidak sengaja beberapa waktu lalu, karena hampir 85 persen kisahnya sama persis dengan yang pernah saya alami. Sempurna. Saya telah mendapatkan izin dari yang punya blog tersebut by email, saya juga tidak berniat untuk mengenal lebih dekat dengan pemilik blog yang memakai nick name : BAGUS. Karena blog-nya lebih diperuntukkan kepada kalangan terbatas, begitu katanya. Dia baik, tapi juga sangat sibuk. Btw, Blog-nya BAGUS juga, seperti namanya: intelek, sederhana, kisah nyata, cerdas, terbuka namun tidak vulgar.

Dengan beberapa catatan dari penulis blog tersebut, termasuk meminta untuk mengedit beberapa kalimat untuk lebih menyamarkan identitasnya. Saya menyanggupinya, dan dalam tulisan ini kata kata yang tertulis dengan coretan BEGINI adalah hasil editan saya sendiri dengan persetujuan penulis blog tersebut. Hampir semua selain itu adalah tulisan orisinal termasuk judul dan titik komanya...  

Terimakasih untuk semua feedback dan email yang masuk ke : 
jossearkhm@ yahoo.com. 
Saya sangat mengapresiasi semuanya..

Salam, selamat membaca
-----------------------------------------------------



Surat cinta untuk pahlawan 2#: Jangan Panggil Saya “Koh”

Terjatuh ke suatu masa yang lalu, hari ini 10 mei saya selalu mengingatnya. Pertama kali saya mengenal kekasih saya. Hingga detik ini, sama sekali saya tidak berniat memanggilnya ‘mantan kekasih’ meskipun kami telah mengakhiri kisah itu, karena bagi saya dia adalah pahlawan hebat dalam sanubari saya. Pertama dan terakhir, entah sampai kapan saya tidak cukup berani menguda-rasa..

Saya masih ingat , dia lahir pada akhir Oktober di salah satu kota di Jawa Timur, mungkin dia hampir setengah abad sekarang. Seorang China yang pertama kali membuat saya mengakui kesakitan saya ini, bahwa saya juga lelaki seperti dia dan kami saling jatuh cinta. Saya memang mendambakan sosok Bapak.. dan saya terjatuh kepadanya. Pertemuan itu terjadi di salah satu tempat yang saya tidak akan melupakannya,  di sebuah sudut Ibu Kota suatu petang selepas Isya. Kami sudah berjanji untuk bertemu ....ketika saya baru sehari hari tiba berlibur dari Sebuah Negara, tempat saya menempuh pendidikan saya. Saya tidak pulang ke rumah sebagai tempat pertama saya datangi, tapi singgah dulu di Jakarta.. dan itu untuk pertemuan ini. Selalu saya berfikir,  apapun ini tentu tangan Gusti telah mengatur semuanya, jadi saya tidak pernah merasa kesakitan saya ini suatu kesalahan. Gusti menjadikan saya seperti ini.

*Jangan panggil saya Koh--

Begitu dia bilang kepada saya... oh, saya ingin menghormati dia dan memperlakukan dia seperti, yang mungkin dia inginkan. Sapaan “Koh” sepengetahuan saya, sebagai anak orang Jawa, adalah sapaan yang sangat sopan mengingat perbedaan usia diantara kami lumayan jauh.  Sedari kecil, saya liat semua orang di pasar selalu memanggil pedagang China lelaki dewasa dengan sebutan Koh itu. Mereka senang dipanggil Koh. Tapi kali ini, saya salah.  Lelaki dengan alis yang lebat dan perut tambun ini tidak suka dengan sebutan itu.

Saya merasa cukup repot,
*lalu mau dipanggil apa?--

Mata China-nya sangat teduh, senyum China-nya  selalu terkesan tulus, gak dibuat-buat. Dan hati saya berdebar..... seperti deburan ombak Parang Tritis. Ini pertama kali saya menatap mata seperti itu, wajah rembulan tepat di depan saya. Kami terdiam cukup lama... lalu saya memecahkannya tanpa sengaja>>>

*jadi gimana Wong Bagus ?--

ia tertawa..lebar... penuh makna dan suasana mencair begitu saja...perbincangan kami mulai mengalir. Kekasihku yang China itu gak mau dipanggil “Koh”... tapi “Wong Bagus”     
Belakangan saya tau, dia menyukai lelaki Jawa seperti saya. Lelaki cukup dewasa yang kulitnya coklat, pinter cerdas serta bisa diajak ngobrol sana ngobrol sini dan termasuk ngobrol omong kosong menghibur hati. Saya tidak merasa seratus persen memenuhi kriteria itu. Hanya saya orang Jawa. Titik.

*Den Bagus.. --- Hah..kenapa dia menambahkan Den di depan Bagus? Jadi Den Bagus? Ahh...
*Iya Mas... -- Saya menyelingi dengan sapaan Mas kepada dia. Gawat juga karena lama-lama bisa-bisa percakapan kami berdua ini akan berasa seperti pentas  ketoprak ... >>>>>
 *Jujur ae...sampean iku gak ngganteng blas ya... biasa2 ae.. hahaha...tapi aku lhoh demi Tuhan kesengsem sama sampean.. karena sampean iku terlihat Jawaaaa banget....

Wahhh... Bahasa Indonesia kami tidak terkontrol lagi. Dia Pakai Bahasa Jawa. Jawa Timur-an.. saya jelas mengerti beberapa perbedaan bahasa  Jawa Jawa Timur dan bahasa Jawa Jogja atau bahasa Jawa Jawa Tengah.. “Iki “ yang artinya ini ;berganti dengan “Iku”... “ Ae” yang artinya saja; menggantikan “Wae”...“Ora” yang artinya tidak ;berganti dengan “Gak”...” Panjenengan” yang artinya kamu( dengan lebih hormat); berganti dengan “ Sampean”... dan Ke-China-an dia lebih terlihat dengan mencampuradukkan kalimatnya dengan bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Hmmm.. saya selalu tersenyum mengingatnya lagi..  dan kadang seringnya lebih terasa menyesakkan..

Demikianlah, sejak saat itu kami sering ngomong Jawa selama kami mengukir kisah sederhanan namun megah itu yang didasari oleh kasih sayang, cinta pertama saya.. dan kata dia juga itu cinta pertama dia.  Dia menyukai saya karena saya Jawa dan saya menyukai dia karena dia China, sering kali terungkapkan di sela-sela percakapan kami. Dia sering mengucapkan “ hmmm..dasar Jawa” ketika kami bercanda..ketika gemes... dan kemudian dia memeluk saya semau dia. Atau kalo saya lebih dulu sampe rumah (dia), ketika kebetulan saya pas di Jakarta,  sepulang kantor saya beberapa kali suka  bilang” heh.. wong chino!!! Ra sah adus... Sini tak cium... gelem ora? Ora gelem yo wis... tak cakot ae ..hmmmm“##  ….seketika kami tertawa dan terhanyut dalam irama hati...
## (Heh.. Orang China...Gak usah mandi.. sini saya cium... mau enggak? Kalo gak mau ya sudah.. saya gigit aja..hmmm)  

Padahal dalam banyak sejarah dikota-kota kecil dan besar Indonesia...tercatat  terjadi pertentangan dan permusuhan yang sengit antara masyarakat Jawa dan minoritas China.. mungkin beberapa orang masih memegang kebencian itu sampai sekarang.. saya kasihan sama mereka yang tidak pernah tau, betapa indahnya saling menyayangi China dan jawa.  Cinta kami.

Yang paling saya rindukan sampai saat ini, setiap kali kami hendak tidur..bener-bener tidur, karena masing-masing kecapaian bekerja... dia selalu menyempatkan diri untuk bercerita kepada saya. Tentang masa lalu dia yang keras, penuh kebencian kepada aparat dan pemerintah, diskriminasi, dan relatif tidak menyenangkan: terlebih tentang masa kecil dia yang setiap pulang sekolah  dari SD sampai SMA harus menunggu toko tekstil miliki papah-mamah nya sehingga dia kehilangan banyak waktu untuk bermain sampai sampai mengerjakan PR sambil melayani pembeli, atau tentang masa remaja dia yang badung..sampai-sampai  tanpa sepengetahuan papah-mamahnya dan semua sodaranya dia ikut sunatan masal di kampung padahal dia China.. terlihat aneh ikut sunat...dan katanya

*kan lumayan..dapet sarung gratis, maem kacang hijau  dan telur rebus gratis, dapet amplop ( berisi uang) dan baju  gratis !!‘   saya tertawa dengan sepenuh hati lalu  menjewernya..
*woooo... dasar Chino !!” ----

Ah, saya heran ..dia selalu tidak pernah kehabisan kata untuk men-dongeng sebelum tidur.. cerita apa saja.. dan saya paling suka ketika itu membayangkan suasana  keluarga China dimasa lalu, yang luas.. sedikit sekat... yang diisi oleh banyak anak.. tidur seperti ikan asin karena satu tempat tidur diisi oleh 3-4 anak... ada yang nakal ada yang rewel..ada yang pendiam.. ada yang nangis.. dan sebagainya...  sampai akhirnya saya terlelap didekapannya sampai  terbangun saat azan  ketika saya harus Shalat Subuh. Membuatkan teh panas buatnya dan buat saya.... kami nikmati di balkon kecil sebelum sama-sama  berangkat kerja.

Sampai sekarang saya selalu bersyukur dipertemukan dan diberi kesempatan untuk sama-sama saling mengizinkan kerinduan dan kecintaan di antara kami. Cinta Platonis yang tidak mengedepankan kontak raga..tapi lebih saling membuat bahagia dengan cara dewasa. Selama kami mengukirnya, kisah kami terwarnai pergumulan fisik dewasa hanya 4 kali, semuanya hebat, tulus dan aman... saya sangat mengingat detailnya dan kami sama sekali tidak keberatan dengan intensitasnya yang hanya  sejumput itu. Cinta Platonis. Selebihnya, Kekasihku yang China itu mengajarkan saya kedisplinan, tepat waktu, bekerja keras, gigih, dan cinta tak bersyarat.

*Wong Bagus ... semoga engkau disana selalu bahagia...

Den Bagus XXXXXXX ..... Nama Tempat dan Kota 10 Mei 2012 ( 00.10 wib)